Namaku
Campsie, dibaca
kem-si. Usiaku sekarang lima setengah
tahun. Aku adalah boneka beruang berwarna merah muda. Ukuranku tidak besar, sehingga
tidak bisa dipeluk, pun tidak kecil sehingga tidak bisa dijadikan gantungan tas
atau aksesoris semacamnyalah. Bentukku lucu, proporsional dan cantik. Seiring dengan berjalannya
waktu, warnaku mulai memudar, tapi itu sama sekali tidak mengurangi pesonaku.
Buktinya, pemilikku masih tetap menjadikan aku sebagai koleksi favoritnya.
Akulah satu-satunya boneka yang selalu dibawa kemana pun ia bepergian.
Aku
dan pemilikku pertama kali bertemu di sebuah toko boneka kecil di dekat stasiun
kereta bernama Campsie, salah satu kota di pinggiran Sydney. Makanya ia
memberiku nama Campsie agar ia tidak lupa tempat asalku. Aku masih ingat betul
saat peristiwa pertemuan kami, rasanya seperti baru kemarin. Hari dimana aku bertemu
dengan pemilikku adalah hari terakhir aku dimana melihat pacarku.
Saat
itu, sedang musim panas di pertengahan Januari. Aku sangat senang dengan musim panas. Ada banyak cahaya
matahari yang masuk melalui jendela etalase toko. Dibandingkan musim semi
di bulan September, manusia yang berseliweran mengejar kereta pada musim panas
tampak lebih gembira dan lincah. Pakaian yang mereka kenakan pun
lebih cerah dan terbuka. Banyak
dari mereka yang mengenakan kaca mata hitam atau topi.
Aku
pertama kali merapat ke Benua Kanguru ini pada bulan Juli. Asalku dari sebuah
pabrik di China, sama seperti semua boneka dan beragam produk lainnya yang
tersebar di seluruh dunia. Ketika pertama kali sampai, udara di pelabuhan
Sydney sangatlah dingin tapi tidak sampai turun salju. Kami semua, maksudnya
semua boneka yang baru saja sampai, disimpan terlebih dahulu di kontainer
raksasa sebelum didistribusikan ke berbagai toko. Saat berada di dalam
kontainer yang gelap dan dingin itulah aku bertemu pacarku, boneka beruang
besar berwarna cokelat tua. Jika
bersebelahan dengannya, aku terlihat sangat kecil. Kami pasangan yang terlihat
jomplang sebenarnya tapi aku tidak peduli karena dia sangat baik padaku. Dia
selalu melindungiku dari dinginnya udara yang menyusup masuk dari celah-celah
tipis kontainer dan menjagaku dari gangguan boneka lain. Memang ada banyak
boneka yang baik hati dan lucu, tapi ada juga beberapa yang menyebalkan dan
sering mengusili boneka lain. Tapi selama ada pacarku, aku merasa aman dan
nyaman. Sampai
akhirnya kami semua didistribusikan ke berbagai gerai, aku dan pacarku beruntung karena
kami tetap bersama.
Pemilik
toko kami adalah seorang lelaki muda, berkulit kuning terang, bermata sipit,
berambut pirang yang dipotongcepak, tingginya sedang dan agak sedikit gemuk. Sekilas wajahnya mirip
dengan orang-orang yang kutemui di pabrik asalku, namun dia menggunakan bahasa
yang berbeda seperti yang kudengar di pabrik. Kata boneka kura-kura yang sudah
lebih lama berada di toko ini, nenek moyang sang pemilik toko berasal dari
negara yang sama dengan kami tapi mereka pindah ke sini. Mereka kemudian membentuk komunitas,
beradaptasi, dan menggunakan bahasa baru.
Jika
kuintip-intip dari jendela besar yang ada di depanku, kota ini sebenarnya aneh
juga karena banyak toko yang menuliskan huruf Han-Zi di depan pintunya. Aku
sampai tidak yakin apakah aku benar-benar berada di benua lain ataukah tetap di
China. Selain aksara itu, juga ada beberapa aksara Hangul dan Arab namun tidak
sebanyak Han-Zi. Ketika aku bertanya ke pacarku kenapa ada banyak tulisan
selain huruf latin, katanya benua ini memang banyak menjadi tujuan untuk
memulai hidup baru bagi banyak orang di berbagai belahan bumi. Itu jika mereka
beruntung mendapatkan ijin tinggal.
Akupun
menyukai kota ini dan berharap dapat tinggal selamanya di sini. Jika malam
tiba, terkadang aku, pacarku dan beberapa boneka lainnya mengendap-endap keluar
toko melalui celah teralis hanya untuk sekedar berjalan-jalan melihat sepinya
kota atau lebih sering kami naik ke lantai dua untuk melihat bintang-bintang di
langit. Hampir semua toko di sekitar stasiun ini tutup pada pukul lima sore dan
umumnya mereka mulai buka kembali pukul delapan atau sembilan pagi. Akhirnya,
kami punya banyak waktu untuk bersenang-senang di malam hari.
Ketika
musim panas dimulai pada awal bulan Desember, itu artinya Natal pun tiba. Saatnya membeli kado Natal
dan libur panjang. Dampaknya
adalah kami menjadi tercerai-berai. Tidak hanya boneka,
mobil-mobilan, action figure, sampai
gantungan untuk handphone pun sangat
diminati. Ada
perasaan sedih juga kehilangan teman-teman sepermainan, tapi sebenarnya
perasaan bangga lebih besar di hati kami ketika para pembeli memilih dan bisa
‘lulus’ setelah menjadi pajangan selama beberapa bulan di etalase. Pada
dasarnya, kami menyadari hakikat kami dibikin adalah untuk menghibur dan
menyenangkan hati manusia, sehingga jika kami hanya duduk manis di rak pajangan
toko selamanya maka itu artinya hidup kami tidak berarti apa-apa.
Seminggu
sebelum Natal, penjualan di toko sangat meningkat. Betul-betul ramai dan
padat pembeli. Namun, hampir semuanya membeli boneka Hello Kitty beragam bentuk atau Doraemon atau
boneka kuda poni atau bebek karet berwarna kuning. Boneka beruang adalah jenis
yang “tidak laku” di toko ini. Meskipun kami sudah memasang ekspresi seimut mungkin, namun
baik aku, pacarku dan beberapa beruang lain jarang dibeli. Mereka hanya
menghampiri kami, tersenyum karena melihat kelucuan kami dan beberapa diataranya
memeluk kami, namun tidak membawa kami ke kasir. Untung saja toko ini tidak
menjual boneka Barbie atau Lego, the two
most selling toys in the world, karena harga kedua barang tersebut mahal
sedangkan penghuni kota ini mayoritas pendatang yang sedang memperjuangkan
hidupnya menjadi lebih baik. Atau mungkinkah para manusia sudah bosan dengan
kami?
Sepertinya
manusia memang tidak tertarik lagi dengan kami karena bahkan sampai tahun baru
tiba, aku dan pacarku masih duduk di rak. Bahkan sekarang kami
ditaruh di deretan paling belakang.Sementara boneka Hello Kitty yang baru terus
berdatangan karena masih ada banyak permintaan.
“Apakah
mungkin kita jelek ya, sayang?” tanyaku suatu hari pada pacarku.
“Tidak,
ah. Kamu cantik,” jawabnya.
“Kalau
aku cantik, mengapa mereka tidak memilih aku?”
“Hmm,
kalau mereka membelimu, kita akan berpisah dong?”
Astaga,
aku sungguh kaget ketika pacarku mengatakan itu! Benar juga, kami akan berpisah
jika salah satu diantara kami akhirnya dibeli. Karena kami berbeda jenis,
maksudku dia beruang besar dan aku beruang kecil, tidak mungkin manusia akan
membeli kami bersamaan. Mereka pasti hanya akan memilih satu.
Sejak
saat itu, aku berusaha sebisa mungkin agar tidak
dibeli. Sering kusembunyikan diriku di antara boneka yang lain agar tidak
menarik perhatian pembeli yang datang. Cara ini selalu berhasil, setidaknya aku
dan pacarku masih bersama-sama bahkan dua minggu setelah perayaan tahun baru. Ini sangat melegakan
karena setelah Natal dan tahun baru, tidak banyak alasan untuk membeli boneka. Aku yakin bahwa aku dan
pacarku masih akan bersama-sama setidaknya sampai sebelum perayaan Valentine.
Keyakinanku
runtuh ketika keesokan paginya, aku melihat ada dua anak perempuan yang sedang berjalan
cepat namun salah satunya segera memperlambat langkahnya ketika berada persis
di depan jendela toko kami. Ia mengintip-intip ke dalam dan matanya berpapasan
denganku. Ia melihatku lalu tersenyum namun ia tidak masuk dan terus berjalan
menuju stasiun kereta. Pada sore harinya, dua perempuan bertubuh mungil itu
kembali lewat di depan toko. Kali ini, mereka masuk ke dalam toko. Anak perempuan yang tadi pagi bertatapan
denganku langsung berjalan menuju ke arahku. Aku sama sekali tidak sempat
menyembunyikan diriku dari pandangannya! Segera ia mengambilku dari rak paling
belakang dan memegangku, sepertinya dia mencari tag hargaku.
“Wah,
30 dollar. Mahal juga ya. Beli
gak ya?” tanyanya ke temannya.
“Lucu
sih, tapi mahal euy. 30 dollar kan bisa beli macem-macem. Ini bonekanya kecil
pula,” jawabnya.
Terlihat
kecewa, dia menaruhku kembali ke tempat semula dan mereka berdua keluar dari
dalam toko. Setelah
mereka berjalan keluar, aku merasakan perasaan cukup aneh, antara lega dan sedih. Lega karena tidak jadi
membeliku, sedih karena aku masih belum terjual juga padahal sudah setengah
tahun berada di sini. Sungguh
membuat hatiku terluka. Pada malam harinya, saat
menyelinap ke lantai dua untuk melihat langit cerah yang bertaburan bintang dan
bulan purnama,
aku menceritakan kegundahan hatiku ke pacarku.
“Tadi
ada yang hampir membeliku, tapi tidak jadi. Aku merasa senang karena kita tidak
jadi berpisah, tapi akupun jadi sedih karena merasa tidak berguna. Kita
diciptakan untuk menghibur dan menyenangkan hati manusia kan, sayang?”
Pacarku
tersenyum lembut sambil menatapku dengan tatapannya yang selalu teduh dan
menenangkan
“Aku
tadi melihat anak perempuan yang hampir membelimu itu. Sepertinya dia baik…”
“Iya,
tapi dari penampilannya sepertinya dia tidak tinggal di sini. Kalau besok dia
datang lagi dan akhirnya membeliku bagaimana?” tanyaku khawatir.
“Tidak
apa-apa, karena itu sudah takdir kita…” jawab pacarku mantap.
“Kamu
lihat bulan purnama di sana?” lanjutnya, “setiap kamu melihat purnama di langit
manapun, akupun akan memandangi bulan itu. Meskipun kita tidak berada di tempat
yang sama, namun kita akan terus dipersatukan oleh bulan purnama, karena kita
memandang bulan purnama yang sama.”
“Ih,
kamu terdengar gombal! Hahaha” jawabku.
Pacarku
tidak ikut tertawa bersamaku, kali ini dia menatapku dengan serius.
“Kita
akan baik-baik saja, sayang…percayalah,” ujarnya mantap meskipun ada sedikit nada getir di kalimatnya.
Dan setelah itu aku merasa, sepertinya
ini adalah malam
terakhir kami bersama. Kuputuskan
untuk memandangi bulan purnama lekat-lekat agar selalu mengingat terang cahaya
dan bentuknya. Karena
bulan purnama adalah beruang cokelat besar kesayanganku.
Keesokan harinya, anak perempuan
kemarin, kembali datang ke toko kami. Kali ini dengan senyum
yang lebar dan mata yang berbinar-binar, dia segera meluncur ke arahku,
memegangku dan mendekapku, hangat. Tidak seperti sebelum-sebelumnya,
dimana para boneka beruang ini hanya dipandangi lalu ditinggalkan, kali ini aku
dibawa menuju kasir. Dia mengeluarkan tiga lembar uang 10 dollar dan
menyerahkannya ke pemilik toko. Oh, inikah rasanya ada manusia yang mempercayaimu
dapat membahagiakan mereka? Ternyata sensasinya sungguh luar biasa! Aku seperti
terbang ke langit, lebih tinggi daripada bulan dan bintang yang sering
kulihat setiap malam. Aku merasa bahagia, lebih
bahagia dibandingkan bersama pacarku. Ah, hampir saja aku lupa…sejenak kucari
pacarku di antara tumpukan boneka di rak atas, kami berpandangan. Dia tersenyum bangga dan
mengikhlaskanku pergi. Akupun
tersenyum bangga dan merelakan kami berdua terpisah.
***
“Hai,
namaku Chibi. Namamu bagusnya apa ya?” tanya anak perempuan yang sekarang
menjadi pemilikku.
“CAMPSIE!”
sambar temannya.
“Kok
Campsie?” tanya
pemilikku.
“Ya
kan belinya di Campsie…hehehehe.”
Pemilikku
pun menaruhku dengan hati-hati ke dalam tasnya, tapi kepalaku masih dapat
melihat pemandangan di luar.
Mereka berdua berjalan dengan gembira masuk ke dalam pesawat.
-Fanny Fajarianti-
19.01.2015
0 comments:
Posting Komentar