Rabu, 21 Januari 2015

- Leave a Comment

Campsie

Namaku Campsie, dibaca kem-si. Usiaku sekarang lima setengah tahun. Aku adalah boneka beruang berwarna merah muda. Ukuranku tidak besar, sehingga tidak bisa dipeluk, pun tidak kecil sehingga tidak bisa dijadikan gantungan tas atau aksesoris semacamnyalah. Bentukku lucu, proporsional dan cantik. Seiring dengan berjalannya waktu, warnaku mulai memudar, tapi itu sama sekali tidak mengurangi pesonaku. Buktinya, pemilikku masih tetap menjadikan aku sebagai koleksi favoritnya. Akulah satu-satunya boneka yang selalu dibawa kemana pun ia bepergian.
Aku dan pemilikku pertama kali bertemu di sebuah toko boneka kecil di dekat stasiun kereta bernama Campsie, salah satu kota di pinggiran Sydney. Makanya ia memberiku nama Campsie agar ia tidak lupa tempat asalku. Aku masih ingat betul saat peristiwa pertemuan kami, rasanya seperti baru kemarin. Hari dimana aku bertemu dengan pemilikku adalah hari terakhir aku dimana melihat pacarku.
Saat itu, sedang musim panas di pertengahan Januari. Aku sangat senang dengan musim panas. Ada banyak cahaya matahari yang masuk melalui jendela etalase toko. Dibandingkan musim semi di bulan September, manusia yang berseliweran mengejar kereta pada musim panas tampak lebih gembira dan lincah. Pakaian yang mereka kenakan pun lebih cerah dan terbuka. Banyak dari mereka yang mengenakan kaca mata hitam atau topi.
Aku pertama kali merapat ke Benua Kanguru ini pada bulan Juli. Asalku dari sebuah pabrik di China, sama seperti semua boneka dan beragam produk lainnya yang tersebar di seluruh dunia. Ketika pertama kali sampai, udara di pelabuhan Sydney sangatlah dingin tapi tidak sampai turun salju. Kami semua, maksudnya semua boneka yang baru saja sampai, disimpan terlebih dahulu di kontainer raksasa sebelum didistribusikan ke berbagai toko. Saat berada di dalam kontainer yang gelap dan dingin itulah aku bertemu pacarku, boneka beruang besar berwarna cokelat tua. Jika bersebelahan dengannya, aku terlihat sangat kecil. Kami pasangan yang terlihat jomplang sebenarnya tapi aku tidak peduli karena dia sangat baik padaku. Dia selalu melindungiku dari dinginnya udara yang menyusup masuk dari celah-celah tipis kontainer dan menjagaku dari gangguan boneka lain. Memang ada banyak boneka yang baik hati dan lucu, tapi ada juga beberapa yang menyebalkan dan sering mengusili boneka lain. Tapi selama ada pacarku, aku merasa aman dan nyaman. Sampai akhirnya kami semua didistribusikan ke berbagai gerai, aku dan pacarku beruntung karena kami tetap bersama.
Pemilik toko kami adalah seorang lelaki muda, berkulit kuning terang, bermata sipit, berambut pirang yang dipotongcepak, tingginya sedang dan agak sedikit gemuk. Sekilas wajahnya mirip dengan orang-orang yang kutemui di pabrik asalku, namun dia menggunakan bahasa yang berbeda seperti yang kudengar di pabrik. Kata boneka kura-kura yang sudah lebih lama berada di toko ini, nenek moyang sang pemilik toko berasal dari negara yang sama dengan kami tapi mereka pindah ke sini. Mereka kemudian membentuk komunitas, beradaptasi, dan menggunakan bahasa baru.
Jika kuintip-intip dari jendela besar yang ada di depanku, kota ini sebenarnya aneh juga karena banyak toko yang menuliskan huruf Han-Zi di depan pintunya. Aku sampai tidak yakin apakah aku benar-benar berada di benua lain ataukah tetap di China. Selain aksara itu, juga ada beberapa aksara Hangul dan Arab namun tidak sebanyak Han-Zi. Ketika aku bertanya ke pacarku kenapa ada banyak tulisan selain huruf latin, katanya benua ini memang banyak menjadi tujuan untuk memulai hidup baru bagi banyak orang di berbagai belahan bumi. Itu jika mereka beruntung mendapatkan ijin tinggal.
Akupun menyukai kota ini dan berharap dapat tinggal selamanya di sini. Jika malam tiba, terkadang aku, pacarku dan beberapa boneka lainnya mengendap-endap keluar toko melalui celah teralis hanya untuk sekedar berjalan-jalan melihat sepinya kota atau lebih sering kami naik ke lantai dua untuk melihat bintang-bintang di langit. Hampir semua toko di sekitar stasiun ini tutup pada pukul lima sore dan umumnya mereka mulai buka kembali pukul delapan atau sembilan pagi. Akhirnya, kami punya banyak waktu untuk bersenang-senang di malam hari.
Ketika musim panas dimulai pada awal bulan Desember, itu artinya Natal pun tiba. Saatnya membeli kado Natal dan libur panjang. Dampaknya adalah kami menjadi tercerai-berai. Tidak hanya boneka, mobil-mobilan, action figure, sampai gantungan untuk handphone pun sangat diminati. Ada perasaan sedih juga kehilangan teman-teman sepermainan, tapi sebenarnya perasaan bangga lebih besar di hati kami ketika para pembeli memilih dan bisa ‘lulus’ setelah menjadi pajangan selama beberapa bulan di etalase. Pada dasarnya, kami menyadari hakikat kami dibikin adalah untuk menghibur dan menyenangkan hati manusia, sehingga jika kami hanya duduk manis di rak pajangan toko selamanya maka itu artinya hidup kami tidak berarti apa-apa.
Seminggu sebelum Natal, penjualan di toko sangat meningkat. Betul-betul ramai dan padat pembeli. Namun, hampir semuanya membeli boneka Hello Kitty beragam bentuk atau Doraemon atau boneka kuda poni atau bebek karet berwarna kuning. Boneka beruang adalah jenis yang “tidak laku” di toko ini. Meskipun kami sudah memasang ekspresi seimut mungkin, namun baik aku, pacarku dan beberapa beruang lain jarang dibeli. Mereka hanya menghampiri kami, tersenyum karena melihat kelucuan kami dan beberapa diataranya memeluk kami, namun tidak membawa kami ke kasir. Untung saja toko ini tidak menjual boneka Barbie atau Lego, the two most selling toys in the world, karena harga kedua barang tersebut mahal sedangkan penghuni kota ini mayoritas pendatang yang sedang memperjuangkan hidupnya menjadi lebih baik. Atau mungkinkah para manusia sudah bosan dengan kami?
Sepertinya manusia memang tidak tertarik lagi dengan kami karena bahkan sampai tahun baru tiba, aku dan pacarku masih duduk di rak. Bahkan sekarang kami ditaruh di deretan paling belakang.Sementara boneka Hello Kitty yang baru terus berdatangan karena masih ada banyak permintaan.
“Apakah mungkin kita jelek ya, sayang?” tanyaku suatu hari pada pacarku.
“Tidak, ah. Kamu cantik,” jawabnya.
“Kalau aku cantik, mengapa mereka tidak memilih aku?”
“Hmm, kalau mereka membelimu, kita akan berpisah dong?”
Astaga, aku sungguh kaget ketika pacarku mengatakan itu! Benar juga, kami akan berpisah jika salah satu diantara kami akhirnya dibeli. Karena kami berbeda jenis, maksudku dia beruang besar dan aku beruang kecil, tidak mungkin manusia akan membeli kami bersamaan. Mereka pasti hanya akan memilih satu.
Sejak saat itu, aku berusaha sebisa mungkin agar tidak dibeli. Sering kusembunyikan diriku di antara boneka yang lain agar tidak menarik perhatian pembeli yang datang. Cara ini selalu berhasil, setidaknya aku dan pacarku masih bersama-sama bahkan dua minggu setelah perayaan tahun baru. Ini sangat melegakan karena setelah Natal dan tahun baru, tidak banyak alasan untuk membeli boneka. Aku yakin bahwa aku dan pacarku masih akan bersama-sama setidaknya  sampai sebelum perayaan Valentine.
Keyakinanku runtuh ketika keesokan paginya, aku melihat ada dua anak perempuan yang sedang berjalan cepat namun salah satunya segera memperlambat langkahnya ketika berada persis di depan jendela toko kami. Ia mengintip-intip ke dalam dan matanya berpapasan denganku. Ia melihatku lalu tersenyum namun ia tidak masuk dan terus berjalan menuju stasiun kereta. Pada sore harinya, dua perempuan bertubuh mungil itu kembali lewat di depan toko. Kali ini, mereka masuk ke dalam toko. Anak perempuan yang tadi pagi bertatapan denganku langsung berjalan menuju ke arahku. Aku sama sekali tidak sempat menyembunyikan diriku dari pandangannya! Segera ia mengambilku dari rak paling belakang dan memegangku, sepertinya dia mencari tag hargaku.
“Wah, 30 dollar. Mahal juga ya. Beli gak ya?” tanyanya ke temannya.
“Lucu sih, tapi mahal euy. 30 dollar kan bisa beli macem-macem. Ini bonekanya kecil pula,” jawabnya.
Terlihat kecewa, dia menaruhku kembali ke tempat semula dan mereka berdua keluar dari dalam toko. Setelah mereka berjalan keluar, aku merasakan perasaan cukup aneh, antara lega dan sedih. Lega karena tidak jadi membeliku, sedih karena aku masih belum terjual juga padahal sudah setengah tahun berada di sini. Sungguh membuat hatiku terluka. Pada malam harinya, saat menyelinap ke lantai dua untuk melihat langit cerah yang bertaburan bintang dan bulan purnama, aku menceritakan kegundahan hatiku ke pacarku.
“Tadi ada yang hampir membeliku, tapi tidak jadi. Aku merasa senang karena kita tidak jadi berpisah, tapi akupun jadi sedih karena merasa tidak berguna. Kita diciptakan untuk menghibur dan menyenangkan hati manusia kan, sayang?”
Pacarku tersenyum lembut sambil menatapku dengan tatapannya yang selalu teduh dan menenangkan
“Aku tadi melihat anak perempuan yang hampir membelimu itu. Sepertinya dia baik…”
“Iya, tapi dari penampilannya sepertinya dia tidak tinggal di sini. Kalau besok dia datang lagi dan akhirnya membeliku bagaimana?” tanyaku khawatir.
“Tidak apa-apa, karena itu sudah takdir kita…” jawab pacarku mantap.
“Kamu lihat bulan purnama di sana?” lanjutnya, “setiap kamu melihat purnama di langit manapun, akupun akan memandangi bulan itu. Meskipun kita tidak berada di tempat yang sama, namun kita akan terus dipersatukan oleh bulan purnama, karena kita memandang bulan purnama yang sama.”
“Ih, kamu terdengar gombal! Hahaha” jawabku.
Pacarku tidak ikut tertawa bersamaku, kali ini dia menatapku dengan serius.
“Kita akan baik-baik saja, sayang…percayalah,” ujarnya mantap meskipun ada sedikit nada getir di kalimatnya.
Dan setelah itu aku merasa, sepertinya ini adalah malam terakhir kami bersama. Kuputuskan untuk memandangi bulan purnama lekat-lekat agar selalu mengingat terang cahaya dan bentuknya. Karena bulan purnama adalah beruang cokelat besar kesayanganku.
            Keesokan harinya, anak perempuan kemarin, kembali datang ke toko kami. Kali ini dengan senyum yang lebar dan mata yang berbinar-binar, dia segera meluncur ke arahku, memegangku dan mendekapku, hangat. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, dimana para boneka beruang ini hanya dipandangi lalu ditinggalkan, kali ini aku dibawa menuju kasir. Dia mengeluarkan tiga lembar uang 10 dollar dan menyerahkannya ke pemilik toko. Oh, inikah rasanya ada manusia yang mempercayaimu dapat membahagiakan mereka? Ternyata sensasinya sungguh luar biasa! Aku seperti terbang ke langit, lebih tinggi daripada bulan dan bintang yang sering kulihat setiap malam. Aku merasa bahagia, lebih bahagia dibandingkan bersama pacarku. Ah, hampir saja aku lupa…sejenak kucari pacarku di antara tumpukan boneka di rak atas, kami berpandangan. Dia tersenyum bangga dan mengikhlaskanku pergi. Akupun tersenyum bangga dan merelakan kami berdua terpisah.
***
“Hai, namaku Chibi. Namamu bagusnya apa ya?” tanya anak perempuan yang sekarang menjadi pemilikku.
“CAMPSIE!” sambar temannya.
“Kok Campsie?” tanya pemilikku.
“Ya kan belinya di Campsie…hehehehe.”
Pemilikku pun menaruhku dengan hati-hati ke dalam tasnya, tapi kepalaku masih dapat melihat pemandangan di luar. Mereka berdua berjalan dengan gembira masuk ke dalam pesawat.

-Fanny Fajarianti-
19.01.2015

0 comments:

Posting Komentar