Sabtu, 11 November 2017

- Leave a Comment

PROMOSI BISNIS


Sebuah karavan kecil dengan atap terpal kuning kusam terparkir di tengah alun-alun kota Bern. Tak jauh dari sana, dua ekor kuda pertanian kurus yang bertugas menariknya sedang merumput dengan tenang.

Di samping kanan karavan itu, boks-boks kayu bekas disusun membentuk sebuah latar dan undakan kecil, bagaikan sebuah panggung untuk seniman jalanan. Dinding latar dan lantai boks didominasi warna merah kehitaman, tanpa pernak-pernik lainnya. Sebuah panggung terbuka yang sekilas sama sekali tidak menarik.

Setiap akhir pekan, petani Joe akan membawa dua atau tiga ekor sapi terbaiknya ke sana untuk pertunjukan. Pesuruhnya akan membawa sapi itu, lalu mengikatnya ke pasak di tengah panggung. Sapi itu akan melenguh gelisah.

Lalu, seorang pemuda dengan tinggi badan sedang namun berotot akan naik ke atas panggung. Kepalanya ditutup topeng kain algojo, dan ia bertelanjang dada. Ia membawa tujuh jenis pisau dan sebilah golok besar.

Dalam satu kedipan mata, pemuda itu menggorok leher si sapi hingga darah muncrat ke mana-mana, membasahi lantai dan latar, membuat warna hitamnya kembali merah. Sapi itu akan terkejut dan menggelepar, lalu jatuh. Dengan kecepatan yang lebih luar biasa lagi, si algojo akan langsung memotong-motong tubuh si sapi. Mengulitinya, lalu memisahkan bagian sandung lamur, paha bagian dalam, iga, ruas punggung, jeroan serta isi perut. Lalu ia memutuskan kepala sapi dari badan, mengeluarkan otak dan memisahkan lidahnya. Terakhir, ia mengangkat tinggi-tinggi kepala bangkai sapi itu, dan memberi salut kepada para penduduk desa yang memberikan tepuk tangan meriah.

Semua daging yang ia potong langsung dijual saat itu juga. Harganya lebih mahal, tapi tetap saja ada orang yang mau membeli. Kadang algojo itu melakukan pertunjukan ekstra bila ada yang memesan daging cincang. Di sisi kiri, ada sebuah papan bertuliskan: "Butchering Alive", dengan tinta hijau cerah.

Tak jauh dari panggung, petani Joe yang menyewa si algojo setiap minggu, menatap seluruh pertunjukan barbar itu sambil menggigit pipa tembakau.



"Promosi jaman sekarang," gumamnya pada diri sendiri. "Semakin gila, semakin menarik perhatian, maka semakin laku pula jualan. Mengherankan."

(Dini Afiandri)

Penulis: Dini Afiandri

Tulisan lain dari Dini Afiandri

Kenali lebih dekat di sini:

Icon Icon

0 comments:

Posting Komentar