Sumber gambar: http://id.m.wikipedia.org |
Labuhan Kalapa masih seperti biasa, masih banyak pedagang
Gujarat, Eropa, Turki, dan Afrika yang datang berdagang atau sekadar membuat
keramaian. Di sana, Wak Item punya kuasa. Dialah Syahbandar Labuan Kalapa. Dia
dikirim dari Kerjaan Tanjung Jaya yang masih bagian dari Kerajaan Sunda
Padjajaran. Disebut Wak Item karena
dia berpakaian serba hitam (seperti pakaian Suku Badui).
Tugas Wak
Item cukup merepotkan. Dia harus mencatat setiap kapal yang masuk atau keluar
pelabuhan, memastikan kegiatan jual beli tetap berjalan dengan baik, juga
mencatat jumlah peduduk yang ada di pelabuhan tersebut. Dalam melaksanakan
tugasnya, Wak Item dibantu oleh 20 punggawa
yang setia.
“Aki berlayar saja ke Malaka. Ikut rombongan Raja Sunda,”
kata Wak Item kepada Ki Alang.
“Baiklah, saya minta
doanya, Wak Item.”
“Kita sudah bikin
janji sama Kebo Bule. Meriamnya kita
tukar dengan lada dan bangle. Aki jangan takut, Pabeyaan pasti aman. Seluruh
wilayah ini sudah dijaga oleh 20 punggawa,”
ucap Wak Item.
“Kita bukan tandingan mereka. Kebo Bule itu benar-benar kuat. Bahkan, Samudra Pasai pun hancur
oleh meriam mereka. Kita tidak ada apa-apanya dibandingkan Samudra Pasai. Itu
sababnya Raja Sunda berpesan kepada saya untuk berhati-hati. Meriam Kebo Bule harus kita beli. Meriam yang
tembakannya luar biasa itu, kita pasang di Mandi Rancan untuk menyambut
serangan Orang Wetan. Mereka sungguh
berambisi untuk merebut pelabuhan kita,” kata Ki
Alang.
“Sudah, Aki tak perlu khawatir. Aki berangkatlah ke Malaka,”
kata Wak Item meyakinkan.
=======
21 Agustus 1522
Wak Item
menandatangani perjanjian dengan Portugis yang merupakan perjanjian imbal beli:
lada ditukar meriam. Wak Item menandatangani perjanjian itu dengan membubuhkan
huruf wau dengan khot yang sangat
indah. Setelah itu, meriam langsung dibawa ke Mandi Rancan. Seketika, Mandi
Rancan menjadi ramai oleh orang-orang yang penasaran dengan wujud meriam baru
mereka.
Meriam itu
ditaruh menghadap ke utara. Orang-orang menyaksikan peletakan meriam itu dengan
begitu antusiasnya. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sampai tidak pulang ke
rumah dari pagi hingga petang, hanya untuk melihat meriam itu dicoba. Begitu
dicoba, bukan main meriahnya teriakan orang-orang mengiringi suara meriam
tersebut. Orang-orang pun sepakat memanggil meriam itu dengan sebutan Si Jagur.
Ada yang
unik dengan wujud Si Jagur. Ada
tangan terkepal di ujung meriam ini. Empat jari dengan jempol terselip di
antara telunjuk dan jari tengah, menjadi ciri khas Si Jagur. Mirip tangan Bima yang melambangkan kejantanan, yang
entah mengapa, kini menjadi kode persetubuhan.
Sementara
itu, Sunan Cirebon bermuram durja mendengar Raja Sunda membuat perjanjian
dengan Portugis. Di hadapannya, seorang Gujarat bernama Fatahillah datang
menghadap.
“Raja Sunda bikin gara-gara. Dia bekerja sama dengan
Portugis. Kita rampas saja pelabuhannya, setelah itu, habis perkara! Bunuh
Batara Katong, dia syahbandarnya. Ciri-cirinya, dia sering menggunakan aksesori serba emas, dari sarung golok hingga
mahkota,” ucap Fatahillah.
Batara
Katong yang dimaksudnya adalah Wak Item. Memang, selain menggunakan pakaian
serba hitam, Wak Item juga mengenakan mahkota emas yang membuatnya dikenal
sebagai Batara Katong.
“Itu hal mudah. Meriam menghadap ke utara, kita serang
mereka dari barat. Jangan serang langsung, kita ke Banten Girang dahulu,” kata Sunan Cirebon memberikan siasat, “Pucuk Umun, mertua Sunan, kita perdaya. Bilang saja cucu
mau ketemu kakeknya. Kita kawal dengan 1.500 pasukan. Kalau dirasa kurang, kita
angkut tambahannya dari Demak. Pakuan itu kan
jauh dari Kalapa. Raja Sunda tidak akan bisa mengirimkan bantuan. Batara Katong hanya punya
20 punggawa. Kita hancur leburkan
Kalapa! Kita koarkan: perang sabili!”
=======
Juni 1527
Pucuk Umun
senang bukan main mendengar putrinya, Ratu Kawontenan, memberikannya seorang
cucu. Cucu tersebut merupakan hasil perkawinan putrinya dengan Sunan
Hidayatullah. Karena itu, ia menggelar sebuah pesta besar dan menitahkan
rakyatnya untuk bersenang-senang.
Namun
Kerajaan Cirebon mengambil kesempatan itu, mereka menyebut pesta yang berlangsung
di Banten Girang merupakan pesta yang penuh maksiat dan nista. Fatahillah
mencabut pedangnya dan memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Banten Girang.
Melihat penyerbuan itu, Pucuk Umun dan rakyatnya lari sebisanya. Sebagian, ada
yang berlari ke Cibeo dan menjadi Badui berbaju kelabu. Yang tertangkap,
dipaksa ikut ke Kalapa memperkuat pasukan untuk menggempur labuhan.
Ki Alang
dan jemaahnya bertahan pada sebuah musala di Mandi Rancan, sedangkan Wak Item
dan para punggawa
bertahan di Pabeyaan. Namun penduduk Kalapa kaget bukan main, serangan dari
Fatahillah tiba-tiba datang dari barat.
Mandi
Rancan yang merupakan pemukiman awal penduduk Kalapa, dibakar di siang hari
pada tanggal 22 Juni. Ada 3.000 rumah penduduk; separuh jadi abu, sisanya dirobohkan.
Para penduduk di bawah pimpinan Ki Alang berlarian lintang pukang. Bukit-bukit Tambora adalah tujuan mereka, dengan
hanya membawa barang seadanya.
Di
Pabeyaan, Wak Item melawan habis-habisan. Dia dibantu 20 punggawa yang ahli bela diri. Tidak sedikit pasukan Fatahillah yang
jatuh terkena sabetan golok para punggawa yang sudah dijampi-jampi oleh
Ki Alang.
Wak Item
berperang lihai sekali. Dia meloncat-loncat sambil menebas ke sana dan ke sini.
Bukan hanya serangan dari depan, serangan dari belakang pun dapat
diantisipasinya. Matanya begitu jeli. Namun, apa-apa yang hidup pasti akan
mati. Pasukan Fatahillah mengeroyoknya seperti semut. Wak Item tidak bisa
berbuat apa-apa. Wak Item pun tewas. Jenazahnya dibuang ke laut.
Di atas
bukit Tambora, Ki Alang duduk bersila. Ia menerima wangsit bahwa Wak Item telah
kembali ke alam baka. Labuhan Kalapa adalah warisan leluhur Betawi dari zaman
Aki Tirem yang kesaktiannya luar biasa. Kini, Kalapa dijarah bajingan atas nama
agama yang menuduh Betawi masih menyembah berhala.
Ki Alang
menatap langit Kalapa yang hitam pekat. Bibirnya komat kamit membaca amalan
qona’ah. Di sekelilingnya, orang-orang duduk dengan khidmat. Tak berapa lama, Ki
Alang tiba-tiba tersenyum dan diikuti dengan tatapan tajam. Sepertinya, Aki
Tirem telah merasuk ke dalam raganya.
“Kalapa
dalam kuwasa Orang Wetan ora bakal beres. Bakal dateng laen Kebo Bule keja
dianya jadi pepes. Keturunannya ada tanda bibirnya
bowes.
Aki
dikata ikhlas mah kaga, tapi Aki terima ini takdir Yang Kuwasa. Kezaliman,
kezaliman juga bayarannya. Liat aja, semua yang ngedoja Tana Kalapa,
keturunannya bakal jadi tukang minta-minta. Persaben!”
Terinspirasi dari “Lagu
Pesisiran: Robohnya Labuhan Kalapa”
Tulisan Engkong Ridwan
Saidi
Manggarai, 26/09/2013
15:27
0 comments:
Posting Komentar