Kamis, 26 September 2013

- Leave a Comment

Wak Item Syahbandar Kalapa

Sumber gambar:
http://id.m.wikipedia.org
Labuhan Kalapa masih seperti biasa, masih banyak pedagang Gujarat, Eropa, Turki, dan Afrika yang datang berdagang atau sekadar membuat keramaian. Di sana, Wak Item punya kuasa. Dialah Syahbandar Labuan Kalapa. Dia dikirim dari Kerjaan Tanjung Jaya yang masih bagian dari Kerajaan Sunda Padjajaran. Disebut Wak Item karena dia berpakaian serba hitam (seperti pakaian Suku Badui).

Tugas Wak Item cukup merepotkan. Dia harus mencatat setiap kapal yang masuk atau keluar pelabuhan, memastikan kegiatan jual beli tetap berjalan dengan baik, juga mencatat jumlah peduduk yang ada di pelabuhan tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya, Wak Item dibantu oleh 20 punggawa yang setia.

“Aki berlayar saja ke Malaka. Ikut rombongan Raja Sunda,” kata Wak Item kepada Ki Alang.

 “Baiklah, saya minta doanya, Wak Item.”

“Kita sudah bikin janji sama Kebo Bule. Meriamnya kita tukar dengan lada dan bangle. Aki jangan takut, Pabeyaan pasti aman. Seluruh wilayah ini sudah dijaga oleh 20 punggawa,” ucap Wak Item.

“Kita bukan tandingan mereka. Kebo Bule itu benar-benar kuat. Bahkan, Samudra Pasai pun hancur oleh meriam mereka. Kita tidak ada apa-apanya dibandingkan Samudra Pasai. Itu sababnya Raja Sunda berpesan kepada saya untuk berhati-hati. Meriam Kebo Bule harus kita beli. Meriam yang tembakannya luar biasa itu, kita pasang di Mandi Rancan untuk menyambut serangan Orang Wetan. Mereka sungguh berambisi untuk merebut pelabuhan kita,” kata Ki Alang.

“Sudah, Aki tak perlu khawatir. Aki berangkatlah ke Malaka,” kata Wak Item meyakinkan.

=======

21 Agustus 1522

Wak Item menandatangani perjanjian dengan Portugis yang merupakan perjanjian imbal beli: lada ditukar meriam. Wak Item menandatangani perjanjian itu dengan membubuhkan huruf wau dengan khot yang sangat indah. Setelah itu, meriam langsung dibawa ke Mandi Rancan. Seketika, Mandi Rancan menjadi ramai oleh orang-orang yang penasaran dengan wujud meriam baru mereka.

Meriam itu ditaruh menghadap ke utara. Orang-orang menyaksikan peletakan meriam itu dengan begitu antusiasnya. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sampai tidak pulang ke rumah dari pagi hingga petang, hanya untuk melihat meriam itu dicoba. Begitu dicoba, bukan main meriahnya teriakan orang-orang mengiringi suara meriam tersebut. Orang-orang pun sepakat memanggil meriam itu dengan sebutan Si Jagur.

Ada yang unik dengan wujud Si Jagur. Ada tangan terkepal di ujung meriam ini. Empat jari dengan jempol terselip di antara telunjuk dan jari tengah, menjadi ciri khas Si Jagur. Mirip tangan Bima yang melambangkan kejantanan, yang entah mengapa, kini menjadi kode persetubuhan.

Sementara itu, Sunan Cirebon bermuram durja mendengar Raja Sunda membuat perjanjian dengan Portugis. Di hadapannya, seorang Gujarat bernama Fatahillah datang menghadap.

“Raja Sunda bikin gara-gara. Dia bekerja sama dengan Portugis. Kita rampas saja pelabuhannya, setelah itu, habis perkara! Bunuh Batara Katong, dia syahbandarnya. Ciri-cirinya, dia sering menggunakan aksesori serba emas, dari sarung golok hingga mahkota,” ucap Fatahillah.


Batara Katong yang dimaksudnya adalah Wak Item. Memang, selain menggunakan pakaian serba hitam, Wak Item juga mengenakan mahkota emas yang membuatnya dikenal sebagai Batara Katong.

“Itu hal mudah. Meriam menghadap ke utara, kita serang mereka dari barat. Jangan serang langsung, kita ke Banten Girang dahulu,” kata Sunan Cirebon memberikan siasat, “Pucuk Umun, mertua Sunan, kita perdaya. Bilang saja cucu mau ketemu kakeknya. Kita kawal dengan 1.500 pasukan. Kalau dirasa kurang, kita angkut tambahannya dari Demak. Pakuan itu kan jauh dari Kalapa. Raja Sunda tidak akan bisa mengirimkan bantuan. Batara Katong hanya punya 20 punggawa. Kita hancur leburkan Kalapa! Kita koarkan: perang sabili!”

=======

Juni 1527


Pucuk Umun senang bukan main mendengar putrinya, Ratu Kawontenan, memberikannya seorang cucu. Cucu tersebut merupakan hasil perkawinan putrinya dengan Sunan Hidayatullah. Karena itu, ia menggelar sebuah pesta besar dan menitahkan rakyatnya untuk bersenang-senang.

Namun Kerajaan Cirebon mengambil kesempatan itu, mereka menyebut pesta yang berlangsung di Banten Girang merupakan pesta yang penuh maksiat dan nista. Fatahillah mencabut pedangnya dan memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Banten Girang. Melihat penyerbuan itu, Pucuk Umun dan rakyatnya lari sebisanya. Sebagian, ada yang berlari ke Cibeo dan menjadi Badui berbaju kelabu. Yang tertangkap, dipaksa ikut ke Kalapa memperkuat pasukan untuk menggempur labuhan.

Ki Alang dan jemaahnya bertahan pada sebuah musala di Mandi Rancan, sedangkan Wak Item dan para punggawa bertahan di Pabeyaan. Namun penduduk Kalapa kaget bukan main, serangan dari Fatahillah tiba-tiba datang dari barat.

Mandi Rancan yang merupakan pemukiman awal penduduk Kalapa, dibakar di siang hari pada tanggal 22 Juni. Ada 3.000 rumah penduduk; separuh jadi abu, sisanya dirobohkan. Para penduduk di bawah pimpinan Ki Alang berlarian lintang pukang. Bukit-bukit Tambora adalah tujuan mereka, dengan hanya membawa barang seadanya.

Di Pabeyaan, Wak Item melawan habis-habisan. Dia dibantu 20 punggawa yang ahli bela diri. Tidak sedikit pasukan Fatahillah yang jatuh terkena sabetan golok para punggawa yang sudah dijampi-jampi oleh Ki Alang.

Wak Item berperang lihai sekali. Dia meloncat-loncat sambil menebas ke sana dan ke sini. Bukan hanya serangan dari depan, serangan dari belakang pun dapat diantisipasinya. Matanya begitu jeli. Namun, apa-apa yang hidup pasti akan mati. Pasukan Fatahillah mengeroyoknya seperti semut. Wak Item tidak bisa berbuat apa-apa. Wak Item pun tewas. Jenazahnya dibuang ke laut.

Di atas bukit Tambora, Ki Alang duduk bersila. Ia menerima wangsit bahwa Wak Item telah kembali ke alam baka. Labuhan Kalapa adalah warisan leluhur Betawi dari zaman Aki Tirem yang kesaktiannya luar biasa. Kini, Kalapa dijarah bajingan atas nama agama yang menuduh Betawi masih menyembah berhala.

Ki Alang menatap langit Kalapa yang hitam pekat. Bibirnya komat kamit membaca amalan qona’ah. Di sekelilingnya, orang-orang duduk dengan khidmat. Tak berapa lama, Ki Alang tiba-tiba tersenyum dan diikuti dengan tatapan tajam. Sepertinya, Aki Tirem telah merasuk ke dalam raganya.

“Kalapa dalam kuwasa Orang Wetan ora bakal beres. Bakal dateng laen Kebo Bule keja dianya jadi pepes. Keturunannya ada tanda bibirnya bowes.
Aki dikata ikhlas mah kaga, tapi Aki terima ini takdir Yang Kuwasa. Kezaliman, kezaliman juga bayarannya. Liat aja, semua yang ngedoja Tana Kalapa, keturunannya bakal jadi tukang minta-minta. Persaben!”

Terinspirasi dari “Lagu Pesisiran: Robohnya Labuhan Kalapa
Tulisan Engkong Ridwan Saidi

Manggarai, 26/09/2013

15:27

Penulis: Nicky Rosadi

Tulisan lain dari Nicky Rosadi

Kenali lebih dekat di sini:

Icon Icon G+

0 comments:

Posting Komentar